Langsung ke konten utama

ESAI: Reinkarnasi dalam Perspektif Psikologi

REINKARNASI DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI


Foto oleh Tima Miroshnichenko dari Pexels

Reinkarnasi merujuk pada kepercayaan bahwa jiwa manusia yang sudah meninggal dapat dilahirkan kembali dalam raga manusia yang berbeda dan dihadirkan pada kehidupan yang lain. Istilah reinkarnasi akrab dengan dunia psikologi. Meski demikian, reinkarnasi masih menjadi kontroversi. Perdebatan terkait istilah reinkarnasi masih sering terjadi. Pada agama tertentu, konsep reinkarnasi bahkan menjadi salah satu pilar ajaran agama. Sebut saja agama Hindu dan Buddha. Kedua agama ini percaya semua makhluk hidup akan mengalami reinkarnasi. Bukan hanya manusia, tetapi juga hewan akan mengalaminya sebagai siklus dari kehidupan.

Pada agama Hindu manusia menempati strata yang paling tingggi dalam rantai kehidupan sehingga muncul keyakinan reinkarnasi tertinggi adalah hidup sebagai manusia. Bahkan dewa atau malaikat yang ingin hidupnya sempurna, musti turun ke dunia untuk menyempurnakan jiwatman-nya sehingga mencapai moksa, bersatu dengan brahmana.

Sementara itu dalam agama Buddha, proses reinkarnasi atau lahir kembali dikenal dengan istilah punabbhava. Umat Buddha percaya bahwa alam kelahiran ditentukan oleh karma makhluk tersebut. Apabila dia baik maka akan terlahir bahagia. Sebaliknya apabila dia jahat maka akan dilahirkan kembali pada kehidupan yang menyakitkan serta penuh derita.

Jika reinkarnasi menjadi pilar ajaran agama Hindu dan Buddha, Islam malah memiliki pandangan sebaliknya. Di dalam Islam tidak mengenal adanya reinkarnasi. Islam mengkaji kehidupan dunia fana dan kehidupan alam baka secara terpisah. Menurut sudut pandang Islam, manusia yang sudah meninggal putus hubungannya dengan urusan dunia. Islam meyakini semua jiwa manusia akan dibangkitkan kembali di akhirat untuk diminta pertanggungjawaban. Pembangkitan jiwa manusia hanya terjadi setelah hari kiamat, hari ketika berakhirnya alam semesta dan semua manusia meninggal dunia.

Psikologi sendiri telah mengkaji reinkarnasi secara apik sebagai salah satu pokok pembahasaan di kalangan ilmuwan. Berdasarkan teori Carl Jung salah satu tokoh psikologi, mengemukakan bahwa manusia memiliki ingatan kolektif yang diturunkan dari leluhurnya. Jung menekankan bahwa bagian yang paling penting dari labirin ketidaksadaran manusia bukan berasal dari pengalaman pribadi, melainkan dari memori di masa lalu. Jung meyakini  adanya akumulasi dari kumpulan gagasan yang diwarnai oleh perasaan masa lalu yang disebut kompleks. Keberadaan kompleks inilah yang membawa seseorang dalam suatu kondisi dan waktu yang dipengaruhi oleh pengalaman primordial primitif nenek moyangnya ( Jung, 1937/1959 ). Kondisi ini dinamakan Jung sebagai alam bawah sadar kolektif.

Beralih dari perpektif Jung tentang reinkarnasi, di dalam psikologi dikenal pula teori Behaviorisme. Teori ini menganggap jiwa manusia pada mulanya kosong dan diisi sedikit demi sedikit oleh pengalaman. Pengalaman- pengalaman ini memiliki hubungan kausalitas, hubungan tempat dan waktu, serta hubungan perbandingan melalui proses asosiasi secara otomatis. Dari akumulasi pengalaman-pengalaman tersebut terbentuk suatu sistem mekanistis-otomatis berupa stimulus-respon-bond.

Di dalam jiwa manusia ada empat dimensi yang membentuk pengalaman yaitu, dimensi kognisi ( cipta ), afeksi ( rasa ), konasi ( karsa ), dan psikomotor ( karya ). Pada dimensi kognisi, pengalaman dapat tercipta melalui eksperimen di masa lalu dan perilaku di masa sekarang. Pernyataan inilah yang mengeluarkan asumsi bahwa manusia mengalami reinkarnasi sehingga menghasilkan memori yang mengumpulkan peristiwa masa lalu. Apabila manusia meninggal, jiwanya dapat terlahir kembali menempati raga yang berbeda pada kehidupan yang lain pula. Berangkat dari pemikiran ini, teori Behaviorisme meyakini bahwa pengalaman yang memiliki kesamaan akan berhubungan saling mendekat dan pengalaman yang berbeda akan saling menjauh. Artinya memori masa lalu erat kaitannya dengan apa yang terjadi pada kehidupan saat ini.

Psikologi tidak mengkaji suatu hal secara terburu-buru sebab psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat empiris. Dalam proses pengambilan kesimpulan, psikologi melakukan penelitian terlebih dahulu untuk verifikasi data. Begitu pula ketika membahas soal reinkarnasi. Psikologi melakukan penelitian untuk menguji kebenaran reinkarnasi. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah hypnosis.
Pada prakteknya, hypnosis dilakukan agar klien dapat mengambil inti dari permasalahan yang berakar dari kehidupan masa lalunya. Setelah klien memahami permasalahannya, ingatannya akan dihapus dengan menggunakan terapi yang sama yakni hypnosis.
Akan tetapi, penelitian reinkarnasi menggunakan teknik hypnosis memiliki kelemahan. Individu yang di-hypnosis cenderung rentan akan sugesti dari pelaku hypnisis sehingga data yang didapat kurang akurat.

Terlepas dari pro dan kontra mengenai reinkarnasi, istilah ini tetap menjadi salah satu topik yang menarik untuk diperbincangkan dalam dunia psikologi. Meskipun psikologi telah mengakaji reinkarnasi sedemikian rupa, namun semuanya dikembalikan pada kepercayaan masing-masing. Setiap agama maupun individu memiliki perspektif sendiri dalam memandang reinkarnasi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CERPEN: Ayahku Seorang Sastrawan

AYAHKU SEORANG SASTRAWAN Foto oleh  Min An  dari  Pexels                      A yahmu selalu menghilang setiap senja memboyong serta mesin tik kesayangannya. Belakangan kamu tahu, beliau kabur ke toko kelontong. Di sana, beliau melentikkan jari pada mesin tik, menghabiskan berlembar-lembar kertas yang berkisah tentang malangnya kehidupan yang ia jalani. Ayahmu kerap menjual cerita sedih yang diromantisasi dan setelahnya melabeli dirinya seorang sastrawan. Kecintaan dan kecerdasannya dalam merangkai frasa memang tidak perlu disangsikan. Tapi keputusan ayahmu untuk memberi predikat sastrawan pada dirinya一menurutmu berlebihan. Tulisan beliau hanya dimuat di beberapa surat kabar lokal, tak pernah tembus sampai ke tingkat nasional. Bila disandingkan dengan sastrawan tenar pada masa itu seperti Pram, Widji Thukul atau W.S. Rendra, ayahmu hanya butiran debu. Pun, kamu tidak mengharapkan ayahmu jadi seperti mereka yang dikriminalisasi akibat gencar mengkritik rezim yang tengah berkuasa. Lagipu

Mengenal Languishing: Fenomena Hidup Segan Mati Tak Mau dan Cara Menanggulanginya

    Foto oleh Mizuno K dari pexels Dalam hidup, ada kalanya kita dihampiri perasaan hampa dan kosong. Meski demikian, kita tidak berdiam diri dan masih memiliki cukup energi untuk melaksanakan sejumlah pekerjaan yang menumpuk. Namun, kita tidak mempunyai semangat membara untuk mencetak hasil yang luar biasa seperti yang dilakukan kebanyakan orang. Kemudian perasaan hampa itu membuat kita kehilangan tujuan sekaligus keceriaan terhadap hidup yang sedang dijalani, persis seperti keadaan yang digambarkan dalam pribahasa ‘ hidup segan mati tak mau .” Keyes (2002) menamai kondisi ini dengan istilah languishing .  Languishing adalah kehidupan putus asa yang tenang yang ditandai dengan perasaan kosong dan stagnansi (Keyes, 2002). American Psychological Association (APA) mendefinisikan languishing sebagai kondisi mental yang tidak sehat, yang ditandai dengan perasaan hampa, sikap apatis, ketidakberdayaan, dan hilangnya minat pada kehidupan. Kemudian, Grant (2021) menambahkan bahwa